Assalamualaikum semua,
Ummu Uswah harap kawan-kawan tidak berpandangan negatif dengan tajuk artikel kita hari ini, artikel ini adalah atikel ilmiah yang diambil dari laman web muslimah.or.id yang diteguhkan dengan pelbagai dalil Al-Quran dan Hadis. Syaikh Muqbil bin Hadi al Wadi’i ketika ditanya mengenai hukum berpoligami, apakah dianjurkan atau tidak? Beliau menjawab: “Tidak disunnahkan, tetapi hanya dibolehkan.” (Lihat ‘Inilah hakmu wahai muslimah’, hal 123, Media Hidayah). Jika kita belum siap berpoligami, maka jangan sampai kita menolak wahyu Ilahi. Selamat membaca dan mencerna isinya.
Para pembaca yang semoga dirahmati Allah. Suatu hal yang patut disayangkan pada saat ini. Wahyu yang sudah semestinya hamba tunduk untuk mengikutinya, malah ditolak begitu saja. Padahal wahyu adalah ruh, cahaya, dan penopang kehidupan alam semesta. Apa yang terjadi jika wahyu Ilahi ini ditolak?!
Wahyu Adalah Ruh
Allah ta’ala menyebut wahyu-Nya dengan ruh. Apabila ruh tersebut hilang, maka kehidupan juga akan hilang. Allah Ta’ala berfirman yang bermaksud, “Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh (wahyu) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur’an itu nur (cahaya), yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.” (QS. Asy Syuro: 52). Dalam ayat ini disebutkan kata ‘ruh dan nur’. Di mana ruh adalah kehidupan dan nur adalah cahaya. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah)
Kebahagiaan Hanya Akan Diraih Dengan Mengikuti Wahyu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, “Kebutuhan hamba terhadap risalah (wahyu) lebih besar daripada kebutuhan pasien kepada dokter. Apabila suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan kecuali dengan doktor tersebut ditangguhkan, tentu seorang pesakit mungkin akan kehilangan jiwanya. Adapun jika seorang hamba tidak memperoleh cahaya dan pelita wahyu, maka hatinya pasti akan mati dan kehidupannya tidak akan kembali selamanya. Atau dia akan mendapatkan penderitaan yang penuh dengan kesengsaraan dan tidak merasakan kebahagiaan selamanya. Maka tidak ada keberuntungan kecuali dengan mengikuti Rasul (wahyu yang beliau bawa dari Al Qur’an dan As Sunnah, pen). Allah menegaskan hanya orang yang mengikuti Rasul -iaitu orang mu’min dan orang yang menolongnya- yang akan mendapatkan keberuntungan, sebagaimana firman-Nya yang bermaksud,”Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al A’raf: 157) (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah)
Poligami, Wahyu Ilahi yang Ditolak
Saat ini, poligami telah menjadi perdebatan yang sangat sengit di tengah kaum muslimin dan sampai terjadi penolakan terhadap hukum poligami itu sendiri. Dan yang menolaknya bukanlah tokoh yang tidak mengerti agama, bahkan mereka adalah tokoh-tokoh yang dikatakan sebagai cendekiawan muslim. Lalu bagaimana sebenarnya hukum poligami itu sendiri [?!] Marilah kita kembalikan perselisihan ini kepada Al Qur’an dan As Sunnah.
Allah Ta’ala telah menyebutkan hukum poligami ini melalui wahyu-Nya yang suci, yang patut setiap orang yang mengaku muslim tunduk pada wahyu tersebut. Allah Ta’ala berfirman yang bermaksud,”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. An Nisa’: 3).
Poligami juga tersirat dari perkataan Anas bin Malik, beliau berkata,”Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggilir isteri-isterinya dalam satu malam, dan ketika itu beliau memiliki sembilan isteri.” (HR. Bukhari). Ibnu Katsir -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, “Nikahilah wanita yang kalian suka selain wanita yang yatim tersebut. Jika kalian ingin, maka nikahilah dua, atau tiga atau jika kalian ingin lagi boleh menikahi empat wanita.” (Shohih Tafsir Ibnu Katsir). Syaikh Nashir As Sa’di -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, “Poligami ini dibolehkan karena terkadang seorang lelaki keperluan biologisnya belum terpenuhi bila dengan hanya satu isteri (karena seringnya isteri berhalangan melayani suaminya seperti tatkala haidh, nifas, wiladah pen). Maka Allah membolehkan untuk memiliki lebih dari satu istri dan dibatasi dengan empat isteri. Dibatasi demikian karena biasanya setiap orang sudah merasa cukup dengan empat istri, dan jarang sekali yang belum merasa puas dengan yang demikian. Dan poligami ini diperbolehkan baginya jika dia yakin tidak berbuat aniaya dan kezaliman (dalam hal pembagian giliran dan nafkah, pen) serta yakin dapat menunaikan hak-hak isteri. (Taisirul Karimir Rohman)
Imam Syafi’i mengatakan bahawa tidak boleh memperisteri lebih dari empat wanita sekaligus merupakan ijma’ (konsensus) para ulama, dan yang menyelisihinya adalah sekelompok orang Syi’ah. Memiliki istri lebih dari empat hanya merupakan kekhususan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. (Lihat Shohih Tafsir Ibnu Katsir). . Maka dari penjelasan ini, jelaslah bahwa poligami memiliki ketetapan hukum dalam Al Qur’an dan As Sunnah yang seharusnya setiap orang tunduk pada wahyu tersebut.
Tidak Mahu Poligami, Janganlah Menolak Wahyu Ilahi
Jadi sebenarnya poligami sifatnya tidaklah memaksa. Kalau pun seorang wanita tidak mahu di madu atau seorang lelaki tidak mahu berpoligami tidak ada masalahnya. Dan hal ini tidak perlu diikuti dengan menolak hukum poligami (menggugat hukum poligami). Seakan-akan ingin menjadi pahlawan bagi wanita, kemudian bermati-matian untuk menolak konsep poligami. Di antara mereka mengatakan bahwa poligami adalah sumber kesengsaraan dan kehinaan wanita. Poligami juga dianggap sebagai biang keladi rumah tangga yang berantakan. Dan berbagai alasan lainnya yang muncul di tengah masyarakat saat ini sehingga dianggap cukup untuk menjadi alasan agar poligami di negeri ini dilarang.
Hikmah Wahyu Ilahi
Setiap wahyu yang diturunkan oleh pembuat syariat pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar. Begitu juga dibolehkannya poligami oleh Allah, pasti memiliki hikmah dan manfaat yang besar baik bagi individu, masyarakat dan umat Islam. Di antaranya: (1) Dengan banyak istri akan memperbanyak jumlah kaum muslimin. (2) Bagi lelaki, manfaat yang ada pada dirinya bisa dioptimalkan untuk memperbanyak umat ini, dan tidak mungkin optimalisasi ini terlaksana jika hanya memiliki satu isteri saja. (3) Untuk kebaikan wanita, karena sebagian wanita terhalang untuk menikah dan jumlah lelaki itu lebih sedikit dibanding wanita, sehingga akan banyak wanita yang tidak mendapatkan suami. (4) Dapat mengangkat kemuliaan wanita yang suaminya meninggal atau menceraikannya, dengan menikah lagi ada yang bertanggungjawab terhadap kebutuhan dia dan anak-anaknya. (Lihat penjelasan ini di Majalah As Sunnah, edisi 12/X/1428)
Menepis Kekeliruan Pandangan Terhadap Poligami
Saat ini terdapat berbagai macam penolakan terhadap hukum Allah yang satu ini, dikomandoi oleh tokoh-tokoh Islam itu sendiri. Di antara pernyataan penolak wahyu tersebut adalah : “Tidak mungkin para suami mampu berbuat adil di antara para isteri tatkala berpoligami, dengan dalih firman Allah yang bermaksud,”Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” (An Nisaa’: 3). Dan firman Allah yang bermaksud,”Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian.” (QS. An Nisaa’: 129).”
Sanggahan: Yang dimaksud dengan “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil” dalam ayat di atas adalah kamu sekali-kali tidak dapat berlaku adil dalam rasa cinta, kecondongan hati dan berhubungan intim. Karena kaum muslimin telah sepakat, bahwa menyamakan yang demikian kepada para istri sangatlah tidak mungkin dan ini di luar kemampuan manusia, kecuali jika Allah menghendakinya. Dan telah diketahui bersama bahawa Ibunda kita, Aisyah radhiyallahu ‘anha lebih dicintai Rasulullah daripada istri beliau yang lain. Adapun hal-hal yang bersifat lahiriah seperti tempat tinggal, wang belanja dan waktu bermalam, maka wajib bagi seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari satu untuk berbuat adil. Hal ini sebagaimana pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Nawawi, dan Ibnu Hajar.
Ada juga di antara tokoh tersebut yang menyatakan bahwa poligami akan mengancam mahligai rumah tangga (sering timbul kekecohan). Sanggahan: Perselisihan yang muncul di antara para isteri merupakan sesuatu yang wajar, karena rasa cemburu adalah tabiat mereka. Untuk mengatasi hal ini, tergantung dari para suami untuk mengatur urusan rumah tangganya, keadilan terhadap isteri-isterinya, dan rasa tanggungjawabnya terhadap keluarga, juga tawakkal kepada Allah. Dan kenyataannya dalam kehidupan rumah tangga dengan satu isteri (monogami) juga sering terjadi pertengkaran dan bahkan lebih. Jadi, ini bukanlah alasan untuk menolak poligami. (Silakan lihat Majalah As Sunnah edisi 12/X/1428)
Apa yang Terjadi Jika Wahyu Ilahi Ditolak ?
Kaum muslimin –yang semoga dirahmati Allah-. Renungkanlah perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berikut ini, apa yang terjadi jika wahyu Ilahi yang suci itu ditentang.
Allah telah banyak mengisahkan di dalam al-Qur’an kepada kita tentang umat-umat yang mendustakan para rasul. Mereka ditimpa berbagai macam bencana dan masih nampak bekas-bekas dari negeri-negeri mereka sebagai pelajaran bagi umat-umat sesudahnya. Mereka diubah bentuknya menjadi kera dan babi disebabkan menyelisihi rasul mereka. Ada juga yang terbenam dalam tanah, dihujani batu dari langit, ditenggelamkan di laut, ditimpa petir dan disiksa dengan berbagai siksaan lainnya. Semua ini disebabkan karena mereka menyelisihi para rasul, menentang wahyu yang mereka bawa, dan mengambil penolong-penolong selain Allah.
Allah menyebutkan seperti ini dalam surat Asy Syu’ara mulai dari kisah Musa, Ibrahim, Nuh, kaum ‘Aad, Tsamud, Luth, dan Syu’aib. Allah menyebut pada setiap Nabi tentang kebinasaan orang yang menyelisihi mereka dan keselamatan bagi para rasul dan pengikut mereka. Kemudian Allah menutup kisah tersebut dengan firman-Nya yang artinya,”Maka mereka ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti yang nyata, dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (QS. Asy Syu’ara: 158-159). Allah mengakhiri kisah tersebut dengan dua asma’ (nama) -Nya yang agung dan dari kedua nama itu akan menunjukkan sifat-Nya. Kedua nama tersebut adalah Al ‘Azizdan Ar Rohim (Maha Perkasa dan Maha Penyayang). Iaitu Allah akan membinasakan musuh-Nya dengan ‘izzah/keperkasaan-Nya. Dan Allah akan menyelamatkan rasul dan pengikutnya dengan rahmat/kasih sayang-Nya. (Diringkas dari Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah)
Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beriman terhadap apa yang beliau bawa. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar Do’a hamba-Nya. Alhamdulillahi rabbil ‘alamin wa shallallahu ‘ala sayyidina Muhammad wa ashabihi ath thoyyibina ath thohirin.
***
Penulis: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id dan muslimah.or.id
No comments:
Post a Comment