Soalan :
Di Daerah saya ini masih banyak sekali wanita yang tidak menutup aurat (memakai tudung), lalu apakah saya sebagai lelaki berdosa jika setiap kali keluar dari rumah, secara sengaja atau tidak sengaja melihat aurat wanita, sedangkan tidak mungkin saya berjalan dengan terus-menerus menundukkan kepala saya, lalu bagaimana solusinya?
Jawapan:
Bukan hanya di daerah anda bahkan di mana saja kita dapat lihat para wanita pada umumnya tidak mengenakan pakaian yang menutup aurat. Sebaliknya, orang yang memakai tudung (pakaian yang menutup aurat) jumlahnya lebih sedikit dibanding yang tidak menutup aurat. Kalaupun menutup aurat, masih juga telanjang. Karena itu di manapun kita berada akan bertemu dengan pemandangan seperti ini.
Dalam kaca mata syari’ah memang masalah pandangan adalah masalah yang sangat penting. Rasulullah menyebutkan hadis qudsi yang menerangkan bahwa padangan itu seperti panah beracun
النظرة سهم مسموم من سهام إبليس من تركها من مخافتي أبدلته إيمانا يجد حلاوته في قلبه
Pandangan itu adalah panah beracun di antara panah iblis, siapa yang meninggalkannya karena takut kepadaKu maka akan Aku gantikan dengan keimanan, yang ia dapatkan manisnya di dalam hatinya (HR ath-Thabrani dan al-Hakim)
Tepat sekali Rasulullah membuat ibarat. Orang yang terkena panah beracun, kalaupun panahnya sudah dicabut, racun panah yang masuk ke dalam tubuh akan tetap bekerja. Demikian juga pandangan mata, kalaupun objek yang dilihat sudah tidak nampak di mata, namun pengaruh pandangan itu akan tetap mempengaruhi orang yang memandangnya. Di antara pengaruh pandangan itu adalah, malamnya terbayang-bayang, makan terasa tidak enak, dan muncul rasa ingin bertemu dan seterusnya.
Di dalam pepatah arab kuno dikatakan, ”Semua peristiwa, asalnya karena pandangan. Kebanyakan orang masuk neraka adalah karena dosa kecil. Permulaannya pandangan, kemudian senyum, lantas beri salam, kemudian berbicara, lalu berjanji, dan sesudah itu bertemu….
Menghadapi situasi yang seperti ini solusinya adalah menundukkan pandangan, sebagaimana firman Alah.
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.’ yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (An-Nuur:30).
Istilah menundukkan pandangan ini tidak sama dengan menundukkan kepala ke tanah. Menundukkan pandangan juga bukan berarti memejamkan mata. Menundukkan pandangan ialah menjaga dan mengendalikan pandangan, tidak dilepaskan begitu saja tanpa kendali.
Dengan pengertian demikian, dalam masalah menundukkan padangan ini, tidak ada kata tidak mampu melakukannya terus menerus. Ketika kita tidak mampu menundukkan pandangan terus menerus bererti kita tidak mampu mengendalikan pandangan kita. Bererti juga kita tidak sanggup menahan hawa nafsu kita
Untuk lebih memahami makna menundukkan pandangan ini mari kita semak pesan Nabi kepada Ali bin Abi Thalib;
يَا عَلِىُّ لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ الأُولَى وَلَيْسَتْ لَكَ الآخِرَةُ
”Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan lainnya. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang berikutnya tidak boleh”. (HR Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi).
Hadis ini menunjukkan bahwa pandangan sekejap, atau penglihatan terhadap hal-hal yang haram sesaat yang pertama adalah pandangan yang diampuni. Kewajiban kita untuk tidak memfokuskan pandangan kepada hal yang diharamkan itu. Ketika pandangan mata kita tertumbuk pada suatu objek yang haram, kewajiban kita adalah menyingkirkan pandangan kita (menundukkan mata) ke objek yang lain. Jika kita tidak mahu mengalihkannya, maka pandangan tersebut dinilai sebagai bentuk zina mata sebagaimana sabda Rasulullah
الْعينانِ زِنَاهُما النَّظَرُ
”Dua mata itu mampu berzina, dan zinanya ialah melihat.” (HR Al-Bukhari)
Meskipun di dalam hadis di atas rasulullah menyatakan pandangan pertama itu adalah hakmu, perbanyaklah taubat dan istighfar, karena pandangan yang tidak sengaja itu.
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Sesungguhnya Taubat di sisi Allah hanyalah Taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang Kemudian mereka bertaubat dengan segera, Maka mereka Itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (An-Nisa’:17)
No comments:
Post a Comment