Wednesday, July 7, 2010

Energi Pelukan


Suatu hari di gua Hira, Muhammad SAW tengah ber’uzlah, beribadah kepada Rabbnya. Telah sekian hari ia lalui dalam rintihan, dalam doa, dalam puja dan harap pada Dia Yang Menciptanya.

Tiba-tiba muncullah seorang makhluk berupa lelaki. “Iqra!” katanya.
Muhammad SAW menjawab, “Aku tidak dapat membaca!” lelaki itu merengkuh Muhammad ke dalam pelukannya, kemudian mengulang kembali perintah“Iqra!”

Muhammad memberikan jawaban yang sama dan peristiwa yang sama pun terulang hingga tiga kali. Setelah itu, Muhammad dapat membaca kata-kata yang diajarkan lelaki itu. Di kemudian hari, kata-kata itu menjadi wahyu pertama yang yang diturunkan Allah kepada Muhammad melalui Jibril, sang makhluk yang menemui Muhammad di gua Hira.

Sepulang dari gua Hira, Muhammad mencari Khadijah isterinya dan berkata, “Selimuti aku, selimuti aku!”. Ia gemetar ketakutan, dan saat itu, yang paling diinginkannya hanya satu, kehangatan, ketenangan dan kepercayaan dari orang yang dicintainya.

Belahan jiwanya. Isterinya. Maka Khadijah pun menyelimutinya, memeluknya dan mendengarkan curahan hatinya. Kemudian ia menenangkannya dan meyakinkannya bahwa apa yang dialami Muhammad bukanlah sesuatu yang menakutkan, namun amanah yang akan sanggup ia jalankan.

Suatu hari dalam sebuah pelatihan manajemen kepribadian. Para instruktur yang juga para psikolog tengah mengajarkan berbagai terapi penyembuhan permasalahan kejiwaan. Dari semua terapi yang diberikan, selalu diakhiri dengan pelukan, baik antara sesama peserta maupun oleh fasilitatornya.

Menurut mereka, pelukan adalah sebuah terapi paling mujarab hampir dari semua penyakit kejiwaan dan emosi. Pelukan akan memberikan perasaan nyaman dan aman bagi pelakunya. Pelukan akan menyalurkan energi ketenangan dan kedamaian dari yang memeluk kepada yang dipeluk. Pelukan akan mengendorkan urat saraf yang tegang. Saya yang saat itu menjadi salah satu peserta, memilih untuk memeluk rakan sejantina. Pelatihan itu, di kemudian hari memberikan perubahan besar dalam kestabilan emosi dan kejiwaan saya.

Apa yang saya inginkan pertama kali ketika saya sedang bersedih, marah atau apapun yang secara emosi mengguncang perasaan saya?

Dipeluk suami.

Pelukan itu akan menenangkan saya, membuat saya nyaman dan tenang kembali. Apa yang kami berdua lakukan setelah bergaduh? Saling memeluk. Pelukan itu akan menurunkan kecamuk emosi di antara kami. Pelukan itu akan merekatkan kembali ikatan cinta di antara kami setelah luka dan kecewa yang sempat tertoreh.

Pelukan itu, akan membuat kehidupan rumah tangga kami menjadi makin mesra. Segala sedih, segala marah, segala kecewa, dan segala beban hilang oleh kehangatan pelukan. Pelukan itu, kemudian tidak hanya berlaku ketika saya terguncang secara emosi. Setelah setahun lebih kami menikah, pelukan telah menjadi satu kebiasaan dalam hari-hari kami.


Hal pertama yang saya lakukan ketika tiba di rumah sepulang dari pejabat atau dari bepergian adalah memeluk suami. Memeluknya erat-erat. Itu saja. Tak Lebih.

Hal pertama yang saya inginkan ketika saya bangun dari tidur adalah memeluk dan dipeluk suami saya. Memeluknya kuat-kuat. Itu saja. Bukan yang lainnya. Jika kami bangun pada waktu yang tidak sama, maka ‘hutang’ kebiasaan itu dilakukan setelah solat lail atau solat subuh.

Jika kami tidur di kamar yang berbeza, biasanya menjelang subuh atau habis subuh, salah satu dari kami akan menyusul yang lainnya. Hanya untuk satu hal saja: memeluk dan dipeluk. Saat malam menjelang tidur, kami terbiasa tertidur dan saling memeluk, berlama-lama sambil berbincang tentang aktifitas kami seharian.

Ada kata-kata yang minimal tiga kali sehari saya ucapkan kepada suami saya, “I Love U” dan “Minta peluk!” Rasanya ada yang kurang jika kekurangan pelukan dalam sehari. Pelukan memberiku rasa aman dan nyaman. Pelukan, saya rasakan memberikan kehangatan yang tak tergantikan oleh apapun.

Berdasarkan hasil penelitian, kita memerlukan empat kali pelukan per hari untuk bertahan hidup, lapan kali supaya tetap sehat, dan dua belas kali untuk pertumbuhan. Jika ingin terus tumbuh, kita perlukan dua belas pelukan per hari. Pelukan berkhasiat menyehatkan tubuh. Pelukan merangsang kekebalan tubuh kita.

Pelukan membuat kita merasa istimewa.
Pelukan memanjakan sifat kekanak-kanakan yang ada dalam diri kita. Pelukan membuat kita lebih merasa akrab dengan keluarga dan teman-teman. Kajian membuktikan bahawa pelukan dapat menyembuhkan masalah fisik dan emosional yang dihadapi manusia di zaman serba stainless steel dan wireless ini.

Bukan hanya itu saja, para pakar mengemukakan bahawa pelukan mampu membuat kita panjang umur, melindungi dari penyakit, mengatasi stress dan depresi, mempererat hubungan keluarga dan membantu tidur nyenyak (The Aladdin Factor, Jack Canfield & Mark Victor Hansen). Helen Colton, penulis buku The Joy of Touching juga menemukan bahwa ketika seseorang disentuh, hemoglobin dalam darah meningkat hingga peredaran oksigen ke jantung dan otak lebih lancar, badan menjadi lebih sihat dan mempercepat proses penyembuhan.

Maka mampu dikatakan bahawa pelukan mampu menyembuhkan penyakit “hati” dan merangsang hasrat hidup seseorang.

Berdasarkan hasil penelitian yang dikeluarkan oleh jurnal Psychosomatic Medicine, pelukan hangat dapat melepaskan oxytocin, hormon yang berhubungan dengan perasaan cinta dan kedamaian.

Hormon tersebut akan menekan hormon penyebab stres yang awalnya berada dialam tubuh. Hasil hasil penelitian tersebut, memberikan keterangan ilmiah atas kecenderungan dalam diri setiap manusia untuk mendapatkan ketenangan dan kehangatan melalui pelukan.

Penelitan tersebut memberikan fakta ilmiah atas besarnya energi yang dapat disalurkan melalui pelukan.

Sayangnya, banyak dari kita dibesarkan dalam rumah yang di dalamnya pelukan adalah sesuatu yang tidak lazim, dan kita mungkin merasa tidak nyaman minta dipeluk dan memeluk. Kita mungkin pernah digelar sebagai “si anak manja” jika sering memeluk atau dipeluk ayah, ibu atau saudara kandung kita.

Dan jadilah kita atau remaja-remaja kita saat ini, tumbuh dengan kekurangan energi pelukan. Mungkin juga, kekurangan energi pelukan ini adalah termasuk salah satu faktor yang menyebabkan maraknya kes ketidakstabilan emosi manusia seperti yang terjadi belakangan ini: tingginya angka keruntuhan akhlak dan penagih dadah dari golongan anak dan remaja,.

Dan mungkin jadi, sesungguhnya solusi untuk mengurangi berbagai permasalahan itu sebenarnya sederhana saja: Pemberian pelukan kasih sayang yang banyak kepada anak-anak dari orang tuanya.

Bukankah Rasulullah sangat gemar memeluk isteri, anak, cucu, dan bahkan anak-anak kecil di lingkungannya dengan pelukan kasih sayang?

Bahkan pernah ada satu kisah ketika Rasulullah mencium dan memeluk cucunya, seorang sahabat menyatakan bahawa sehingga dia punya 10 orang anak, tak satu pun yang pernah dia curahi dengan peluk cium.

Rasulullah bersabda, “Sungguh orang yang tidak mahu menyayangi (sesamanya), maka dia tidak akan disayangi.” (riwayat Al-Bukhari)

Rasanya, sudah sangat cukup alasan bagi saya, untuk mencurahi anak-anak dan suami saya dengan pelukan kasih sayang.

Semoga bermanfaat

No comments:

Post a Comment

Jom baca ini juga ...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Catatan Anda Dihargai... Terima Kasih :)

Siapakah Penulis Yang Baik?

Penulis yang baik adalah yang penulisannya memberikan kesan kepada jiwa insan. Seterusnya, penulis itu mampu menjadi inspirasi, contoh, qudwah kepada pembacanya.

Akhirnya sekali, dia tidak akan hanya tersekat dalam alam penulisan, bahkan di alam realiti dia tetap mampu menjadi satu model kepada ummat.

Penulis Yang Terbaik

Tips 1: Hubungan Dengan Allah SWT

Ya, hubungan dengan Allah SWT. Seorang yang hendak menjadi penulis yang terbaik perlulah menjaga hubungannya dengan Allah SWT. Mencintai perintah-Nya dan melaksanakannya. Membenci kemungkaran ke arah-Nya dan mencegahnya. Tidak melekatkan diri kepada apa yang Allah murka dan sentiasa berusaha mempertingkatkan kualiti diri di hadapan-Nya.

Kenapa hubungan dengan Allah SWT itu diletakkan yang pertama?

Banyak sebab. Tapi, antara sebab yang utama adalah, kita hendak menulis sesuatu yang memberi kesan pada jiwa insan. Justeru, apakah logik kita tidak meminta kepada Yang Membolak Balikkan Jiwa Insan? Kita perlu sedar bahawa, Allahlah TUAN kepada Hidayah. Bukankah adalah perkara yang normal kita tunduk kepada-Nya agar dia membantu kita? Sedang kita ini tidak mampu memberikan hidayah walau kepada orang yang kita cintai.


Sesungguhnya kau tidak akan mampu memberikan hidayah kepada orang yang kau cintai, tetapi Allah lah yang memberikan hidayah kepada sesiapa yang dia kehendaki…” Surah Al-Qasas ayat 56.

Tips 2: Kerendahan Hati
Seorang yang ingin menggerakkan dirinya menjadi penulis yang baik, perlulah mendidik jiwa dan hatinya untuk sentiasa rendah. Rendah di sini adalah merasa kerdil di hadapan Allah SWT. Ini untuk menjaga keikhlasan, mengelakkan diri dari riya’, ujub, takabbur.
Riya’, ujub, takabbur, semua itu adalah hijab dalam amalan. Ia membuang keberkesanan penyampaian kita. Sifat-sifat mazmumah itu akan menyebabkan perjalanan penulisan kita juga terpesong. Nanti kita akan rasa cepat hendak membantah pendapat orang lain, tidak boleh ditegur, rasa senang nak menyalahkan orang dan sebagainya.

Kerendahan hati sangat penting dalam menjamin kebersihan perjalanan penulisan kita.

Apakah hati yang hitam mampu mencahayakan hati yang lain?

Tips 3: Dahagakan Ilmu
Kita tidak mencari ilmu seperti orang yang sudah kekenyangan. Maka kita akan rasa malas untuk menambah ilmu apabila kita rasa diri kita sudah penuh. Seorang penulis perlu sentiasa merasakan dirinya tidak cukup. Maka dia akan bergerak untuk mengisi dirinya dengan pelbagai ilmu.

Ilmu penulisan, ilmu-ilmu asas kehidupan, ilmu bahasa, ilmu realiti, dan bermacam-macam ilmu lagi.

Penulis perlu sedar bahawa, seseorang yang tidak mempunyai apa-apa, tidak akan mampu memberikan apa-apa.

Maka seorang penulis perlu mempunyai ‘apa-apa’ untuk menulis.

Amatlah penting bagi seorang penulis untuk mengekspansikan capaian ilmunya. Ilmu bukan sekadar di dalam kelas, di dalam buku teks. Bahkan seluruh kehidupan ini mampu dijadikan sumber ilmu pengetahuan. Semuanya boleh diambil dan diterjemahkan kepada idea.

Banyak membuat kajian, banyak membuat pembacaan, banyak bertanya, banyak memerhati dan banyak berfikir. Ilmu-ilmu yang berjaya diraih, insyaAllah akan mampu menjadi ‘trigger’ kepada idea.

Tips 4: Disiplin

Tidak akan mampu seseorang itu menjadi penulis yang terbaik tanpa disiplin. Perlu ada disiplin dalam menulis. Perlu juga ada disiplin dalam mengimbangi kehidupan sebagai penulis dan sebagai pelajar, pekerja, anak, bapa, ibu dan sebagainya.

Sebab itu, apa yang saya selalu lakukan dalam hal disiplin ini adalah JADUAL.

Susun waktu. Sesungguhnya Allah tak akan memberikan manusia 24 jam sekiranya 24 jam itu tidak cukup untuk manusia. Tetapi manusialah yang tidak menggunakan 24 jam itu dengan sebaik-baiknya. Sebab itulah kita sering merasakan kita tidak mampu melaksanakan kerja.


Tips 5: Istiqomah
Seorang penulis yang terbaik itu, mencapai tahapnya yang tertinggi adalah apabila dia istiqomah. Bukannya bila pelawat website, blog sudah mencapai juta, dia mula bermalas-malasan.

Orang kata, hendak menjadi juara itu tidak sesusah hendak mengekalkan kejuaraan.

Penulis yang mampu menjadi contoh adalah penulis yang istiqomah.

Istiqomah dalam penulisannya. Istiqomah pula dalam menjaga peribadinya dalam menjadi qudwah kepada ummah.

Penutup

Saya tak rasa gembira kalau pembaca membaca penulisan saya, kemudian dia rasa seronok-seronok,tanpa membawa apa-apa daripada penulisan saya ke dalam kehidupannya.

Pada saya, seorang penulis itu bukan seorang penghibur.

Penulis adalah yang membina ideologi ummah, memimpin pemikiran ummah.

Justeru, penulis yang berjaya, adalah penulis yang penlisannya mampu memberikan kesan kepada kehidupan manusia.


~Hilal Asyraf ~

ms.langitilahi.com