Fasa kanak-kanak merupakan tempat yang subur bagi pembinaan dan pendidikan. Masa kanak-kanak ini cukup lama, di mana seorang pendidik mampu memanfaatkan waktu yang cukup untuk menanamkan dalam jiwa anak, apa yang dia kehendaki. Jika masa kanak-kanak ini dibangun dengan penjagaan, bimbingan dan arahan yang baik, dengan izin Allah subhanahu wata’ala maka kelak akan tumbuh menjadi kukuh. Seorang pendidik hendaknya memanfaatkan masa ini sebaik-baiknya. Jangan ada yang meremehkan bahwa anak itu kecil.
Mengingat masa ini adalah masa emas bagi pertumbuhan, maka hendaknya masalah penanaman aqidah menjadi perhatian pokok bagi setiap orang tua yang peduli dengan nasib anaknya.
Penanaman Aqidah
Aqidah islamiyah dengan enam pokok keimanan, yaitu beriman kepada Allah subhanahu wata’ala, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, serta beriman pada qadha’ dan qadar yang baik maupun yang buruk, mempunyai keunikan bahawa kesemuanya merupakan perkara ghaib. Seseorang akan merasa hal ini terlalu rumit untuk dijelaskan pada anak kecil yang mana kemampuan berfikir mereka masih sangat sederhana dan terbatas untuk mengenali hal-hal yang abstrak.
Sebenarnya setiap bayi yang lahir diciptakan Allah subhanahu wa ta’ala di atas fitrah keimanan.
Allah berfirman dalam QS. Al Α’rof: 172 yang ertinya,
“Dan (ingatlah) ketika Rabb-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) ‘Bukankah Aku ini Rabb-mu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menajdi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang yang lengah terhadap ini (keesaan Allah).’”
Adalah bahagian dari karunia Allah subhanahu wata’ala pada hati manusia bahwa Dia melapangkan hati untuk menerima iman di awal pertumbuhannya tanpa perlu kepada argumentasi dan bukti yang nyata. Dengan demikian, menanamkan keyakinan bukan dengan mengajarkan ketrampilan berdebat dan berargumentasi, akan tetapi caranya adalah menyibukkan diri dengan al Quran dan tafsirnya, hadits dan maknanya serta sibuk dengan ibadah-ibadah. Kita perlu membuat suasana lingkungan yang mendukung, memberi teladan pada anak, banyak berdoa untuk anak, dan hendaknya kita tidak melewatkan kejadian sehari-hari melainkan kita menjadikannya sebagai sarana penanaman pendidikan baik itu pendidikan aqidah maupun pendidikan lainnya.
Teladan Kita
Jika kita perhatikan para rasul dan nabi, mereka selalu memberikan perhatian yang besar terhadap keselamatan aqidah putera-putera mereka. Perhatian nabi Ibrahim, diantaranya adalah sebagaimana terdapat dalam firman Allah subhanahu wata’ala yang artinya:
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yaqub. (Ibrahim berkata): Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama islam.” (QS. Al Baqarah: 132)
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: Ya Rabb-ku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35)
Demikian juga Lukman mempunyai perhatian yang besar pada puteranya sebagaimana wasiatnya yang disebutkan dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala yang ertinya:
“(Luqman berkata): Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman: 16)
“Dan (ingatlah) ketika luqman berkata kepada anaknya, di waktu dia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
Sejak Masih Kecil
Perhatian terhadap masalah aqidah hendaknya diberikan sejak anak masih kecil. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam memberikan perhatian kepada anak-anak meski mereka masih kecil. Beliau membuka jalan dalam membina generasi muda, termasuk diantaranya Ali bin Abi Thalib yang beriman kepada seruan nabi ketika usianya kurang dari sepuluh tahun. Begitu juga dalam menjenguk anak-anak yang sakit pun beliau memanfaatkan untuk menyeru mereka kepada Islam yang ketika itu di hadapan kedua orang tua mereka.
Kita juga melihat bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam mengajarkan permasalahan aqidah pada Ibnu Abas radhiyallahu ‘anhu yang pada saat itu dia masih kecil. Imam Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: Pada suatu hari saya pernah membonceng di belakang Rasulullah lalu beliau bersabda, “Wahai anak muda, sesungguhnya aku mengajarkan kepadamu beberapa kalimat. Jagalah Allah, niscaya Dia juga akan menjagamu. Jagalah Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya ada di hadapanmu. Apabila engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Allah. Ketahuilah, andaikan saja umat seluruhnya berkumpul untuk memberikan kemanfaatan kepadamu mereka tidak akan bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaikan saja mereka bersatu untuk menimpakan kemudharatan terhadapmu, mereka tidak akan bisa memberikan kemudharatan itu terhadapmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena telah diangkat dan lembar catatan telah kering.”
Jika para teladan kita begitu perhatian dengan anak-anak sejak mereka masih kecil, maka sangat mengherankan jika kita membia ccrkan anak-anak kita tumbuh dengan kita biarkan begitu saja terdidik oleh lingkungan dan televisi.
Masih banyak kita dapati bahwa oleh banyak orang, anak kecil dianggap tidak layak untuk diberi penjelasan mengenai Al Quran dan maknanya, dianggap tidak berhak untuk diberi perhatian terhadap mentalitasnya. Terkadang dengan berdalih “Kemampuan berfikir anak kecil masih sederhana, maka tidak baik membebani mereka dengan hal-hal yang rumit dan berat. Tidak baik membebani anak di luar kesanggupan mereka.” Atau kita juga banyak mendapati ketika anak terjatuh pada kesalahan-kesalahan, mereka membiarkan begitu saja dengan berdalih “Ah… tidak apa-apa, mereka kan masih kecil.”
Dalih yang disampaikan memang tidak sepenuhnya salah, namun sayangnya tidak diletakkan pada tempatnya. Wallahu a’lam.
Maroji’: Manhaj At-Tarbiyyah An-Nabawiyyah lit-Tilf (terj. Mendidik Anak Bersama Nabi)
*** Artikel www.muslimah.or.id
No comments:
Post a Comment